All about Djatinangor

Jatinangor adalah sebuah kawasan di sebelah timur Kota Bandung, merupakan satu dari 26 Kecamatan yang ada di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sebelumnya bernama Kecamatan Cikeruh namun sejak tahun 2000 berganti nama menjadi Kecamatan Jatinangor dengan alasan nama tersebut terasa lebih familiar dan lebih popular dikenal khalayak ramai.

Nama Jatinangor sendiri adalah nama blok perkebunan di kaki Gunung Manglayang yang kemudian dijadikan kompleks kampus sejumlah perguruan tinggi di sana. Dari Topografische Kaart Blaad L.XXV tahun 1908 dan Blaad H.XXV tahun 1909 yang diterbitkan oleh Topografische Dienst van Nederlands Oost Indie, telah dijumpai nama Jatinangor di tempat yang sekarang juga bernama Jatinangor. Ketika itu, daerah Jatinangor termasuk ke dalam Afdeeling Soemedang, District Tandjoengsari. Nama Cikeruh sendiri diambil dari sungai (Ci Keruh) yang melintasi kecamatan tersebut. Pada Peta Rupabumi Digital Indonesia No. 1209-301 Edisi I tahun 2001 Lembar Cicalengka yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL masih dijumpai nama Kecamatan Cikeruh untuk daerah yang saat ini dikenal sebagai Kecamatan Jatinangor. Pada beberapa dokumen resmi dan setengah resmi saat ini, masih digunakan nama Kecamatan Cikeruh. Kecamatan ini terletak pada koordinat 107o 45’ 8,5” – 107o 48’ 11,0” BT dan 6o 53’ 43,3” – 6o 57’ 41,0” LS. Kode Pos untuk kecamatan ini adalah 45363.

Wilayah Jatinangor memiliki luas ± 26,20 Km2 dengan jarak antar Batas Wilayah dari Utara-Selatan 5 Km dan dari arah Barat-Timur 7 Km. Dengan karakteristik wilayah perkotaan hampir 80% dari keseluruhan 12 Desa, meliputi 4 Desa kawasan agraris (Cileles, Cilayung, Jatiroke, Jatimukti), 4 Desa kawasan pendidikan (Hegarmanah, Cikeruh, Sayang, Cibeusi) dan 4 Desa kawasan industri (Cisempur, Cintamulya, Cipacing, Mekargalih).

Secara administratif Kecamatan Jatinangor terbagi kedalam 12 Desa, 56 Dusun, 128 RW dan 479 RT. Sedangkan bila dilihat dari posisi Georafisnya, Kecamatan Jatinangor berada di Wilayah Bagian Timur Kabupaten Sumedang dengan Batas-batas Wilayah Aministratif Pemerintahan sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Suksari dan Kecamatan Tanjungsari

Sebelah Timur : Kecamatan Tanjungsari dan Kecamatan Cimanggung

Sebelah Selatan : Kecamatan Kecamatan Rancaekek Kab. Bandung

Sebelah Barat : Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung

Keadaan Topografi Kecamatan Jatinangor merupakan Daerah Perbukitan dengan ketinggian antara 725-800 m diatas permukaan air laut (dpl), dengan curah hujan rata-rata per tahun mencapai 492,64 mm. sedangkan orbitasi ke Ibu Kota Kabupaten Sumedang sepanjang 21,5 Km dengan jarak tempuh 1 Jam Perjalanan dengan kendaraan darat.

Dilihat dari penggunaan lahannya, sebagian besar wilayah merupakan Lahan permukiman/pekarangan yang luasnya mencapai 1.217 Ha (54,1%), sedangkan luas penggunaan lahan lainnya adalah berupa tegal/kebun 615 Ha (27,3%), kolam 14 Ha, Hutan Rakyat 273 Ha, Hutan Negara 130 Ha dan penggunaan lainnya 125,15 Ha.

Kondisi Demografis Kecamatan Jatinangor antara lain jumlah penduduk berdaarkan hasil Pendataan Keluarga Tahun 2008 adalah sebanyak 87.974 Jiwa, yang terdiri dari 44.151 orang laki-laki, 43.821 orang perempuan dan 20.525 Kepala Keluarga (KK).

Laju Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Jatinangor termasuk tinggi secara relatif yaitu sebesar 2,04% per tahun (tahun 2007), bila dibandingkan dengan angka laju pertumbuhan penduduk kabupaten sebesar 1,9. Hal ini menunjukan bahwa bukan saja tingkat kelahiran bayi masih tinggi tapi juga, sebagai kawasan pendidikan dan industri, Kecamatan Jatinangor sangat menarik bagi pendatang, baik dari lokal maupun nasional. Sedangkan perbandingan jumlah penduduk laki-laki terhadap 100 orang penduduk wanita (sex Ratio) sebesar 1,03.

Kepadatan penduduk di Kecamatan Jatinangor adalah 3.384 orang per Km². jumlah penduduk usia kerja pada tahun 2006 sebanyak 50.380 orang yang terdiri dari laki-laki 25.350 orang dan perempuan 25.030 orang. Dari penduduk usia kerja tersebut, terdapat pengangguaran terbuka 1.671 orang dan 2.825 orang pengangguran tertutup.

Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Jatinangor kebanyakan penduduk bekerja di Sektor Pertanian (8,5 %), Perdagangan (11,2 %), Karyawan/Buruh (36,2 %), PNS, POLRI, TNI (7,3%), dan Wiraswasta (36,8%). Sedangkan kerukunan beragama berlangsung stabil, dengan komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut adalah sebagai berikut : 97,3 % memeluk Agama Islam, 0,86% memeluk agama Katholik, 1,3 memeluk agama Kristen Protestan, 0,25% memeluk agama Hindu dan 0,2% memeluk agama Budha.

Sebagaimana daerah lain di kawasan Cekungan Bandung iklim yang berkembang di Jatinangor adalah iklim tropis pegunungan.

Titik terendah di kecamatan ini terletak di daerah Desa Cintamulya setinggi 675 m di atas permukaan laut, sedangkan titik tertingginya terletak di puncak Gunung Geulis setinggi 1.281 m di atas permukaan laut. Sungai-sungai penting di Jatinangor meliputi Ci Keruh, Ci Beusi, Ci Caringin, Ci Leles, dan Ci Keuyeup.

Geologi daerah Jatinangor terdiri dari tiga satuan batuan (Silitonga, 1972), yaitu :

  1. Satuan hasil gunungapi muda. Berumur Kuarter, didominasi oleh batuan volkaniklastik, tersebar di bagian utara dan tengah daerah Jatinangor. Satuan ini tersingkap baik di aliran Ci Keruh.
  2. Satuan lava gunungapi muda. Berumur Kuarter, didominasi oleh lava, merupakan batuan utama pembentuk Gunung Geulis.
  3. Satuan endapan danau. Berumur Kuarter, didominasi oleh batuan sedimen yang merupakan sisa endapan Danau Bandung, tersebar di bagian baratdaya daerah Jatinangor.

Hidrogeologi daerah Jatinangor meliputi tiga daerah akuifer, yaitu :

  1. Akuifer produktif sedang, berupa akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir, di bagian selatan.
  2. Akuifer produktif sedang, berupa akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir, di bagian utara.
  3. Airtanah langka atau tidak berarti, berupa akuifer bercelah atau sarang dengan produktivitas kecil atau daerah airtanah langka, di bagian timur.

Geomorfologi daerah Jatinangor meliputi tiga satuan geomorfologi, yaitu :

  1. Satuan geomorfologi pedataran volkanik, di bagian selatan.
  2. Satuan geomorfologi perbukitan volkanik landai, di bagian utara.
  3. Satuan geomorfologi perbukitan volkanik terjal, di bagian timur.

Saat ini Jatinangor dikenal sebagai salah satu kawasan Pendidikan di Jawa Barat. Pencitraan ini merupakan dampak langsung pembangunan kampus beberapa institusi perguruan tinggi di kecamatan ini. Perguruan tinggi yang saat ini memiliki kampus di Jatinangor yaitu :

  1. Universitas Padjadjaran (Unpad) di Desa Hegarmanah dan Desa Cikeruh.
  2. Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Desa Cibeusi. Sebelumnya bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).
  3. Institus Koperasi Indonesia (Ikopin) di Desa Cibeusi.
  4. Universitas Winaya Mukti (Unwim) di Desa Sayang.
  5. Akademi Manajemen Informatika dan Komputer (AMIK) Al-Ma'soem di Desa Cipacing

Sedangkan perusaah/industri skala besar, yaitu :

1. Kahatex Industri (terletak di Desa Cintamulya dan Cisempur)

2. Polypin Canggih (terletak di Desa Cipacing)

3. Insan Sandang (terletak di Desa Mekargalih)

4. Wiska (terletak di Desa Cipacing)

Seiring dengan hadirnya bangunan kampus dan pabrik tersebut, Jatinangor juga mengalami perkembangan fisik yang pesat. Sebagaimana halnya yang menimpa lahan pertanian lain di Pulau Jawa, banyak lahan pertanian di Jatinangor yang berubah fungsi menjadi rumah sewa untuk mahasiswa ataupun tempat perbelanjaan. Salah satu yang terkenal saat ini yaitu pusat perbelanjaan Jatinangor Town Square (JATOS) dan Plaza Pajajaran.

Beberapa objek penting yang ada di Jatinangor antara lain meliputi objek bersejarah dan objek pariwisata. Objek bersejarah tersebut berupa menara jam di kampus Unwim dan jembatan Cikuda yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan jembatan cincin. Dulu jembatan tersebut digunakan sebagai jembatan rel kereta yang menghubungkan jalur kereta dari arah Tanjungsari ke Rancaekek

Menara jam yang sering disebut Menara Loji oleh masyarakat sekitar. Menara tersebut dibangun sekitar tahun 1800-an. Menara tersebut pada mulanya berfungsi sebagai sirene yang berbunyi pada waktu-waktu tertentu sebagai penanda kegiatan yang berlangsung di perkebunan karet milik Baron Baud. Bangunan bergaya Neo gothic ini dulunya berbunyi tiga kali dalam sehari. Pertama, pukul 05.00 sebagai penanda untuk mulai menyadap karet; pukul 10.00 sebagai penanda untuk mengumpulkan mangkok-mangkok getah karet; dan terakhir pukul 14.00 sebagai penanda berakhirnya kegiatan produksi karet.

Baron Baud adalah seorang pria berkebangsaan Jerman yang menanamkan modal bersama perusahaan swasta milik Belanda dan pada tahun 1841 mendirikan perkebunan karet bernama Cultuur Ondernemingen van Maatschapij Baud yang luas tanahnya mencapai 962 hektar. Perkebunan karet ini membentang dari tanah IPDN hingga Gunung Manglayang.

Sekira tahun 1980-an lonceng Menara Loji dicuri dan hingga kini kasusnya masih belum jelas; baik mengenai pencurinya, apa motifnya, dan bagaimana tindak lanjut dari pihak berwenang. Bahkan Pemerintah Daerah (Pemda) Sumedang, selaku pihak yang seharusnya mengawasi pemeliharaan cagar budaya pun tidak tahu-menahu mengenai kelanjutan kisah pencurian itu. Saat ini Menara Loji nampak tidak terurus. Perawatan terakhir menara ini berupa pengecatan ulang yang dilakukan oleh pihak Rumah Tangga Unwim pada tahun 2000.

Jembatan di Cikuda yang sering disebut sebagai Jembatan Cincin oleh masyarakat sekitar. Pada mulanya dibangun sebagai penunjang lancarnya kegiatan perkebunan karet. Jembatan Cincin dibangun oleh perusahaan kereta api Belanda yang bernama Staat Spoorwagen Verenidge Spoorwegbedrijf pada tahun 1918. Jembatan ini berguna untuk membawa hasil perkebunan; dan pada masanya, jembatan ini menjadi salah satu roda penggerak perkebunan karet terbesar di Jawa Barat.

Sebagaimana halnya dengan Menara Loji, tidak ada satupun instansi yang mau menangani perawatan jembatan bersejarah ini. Baik Pemda Sumedang maupun PT KAI (Kereta Api Indonesia), dua pihak yang cukup berkepentingan dengan Jembatan Cincin menyatakan bahwa pemeliharaan Jembatan Cincin tidak termasuk dalam tanggungjawabnya. Menurut PT KAI, jembatan ini tidak pernah diperbaiki karena sudah tidak digunakan lagi. Sedangkan menurut Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Pemda Sumedang, perawatan bangunan bersejarah tidak termasuk dalam tanggung jawab dinas tersebut karena dinas ini hanya bertugas memperhatikan dan membina nilai-nilai budaya.

Objek pariwisata di Jatinangor antara lain meliputi Bumi Perkemahan Kiara Payung dan Bandung Giri Gahana (Golf and Resor). Walaupun demikian, sebenarnya sebagian besar tanah Bumi Perkemahan Kiara Payung terletak dalam wilayah Kecamatan Tanjungsari. Selain itu, Jalan Raya Jatinangor sepanjang 4,83 km yang menghubungkan Bandung dengan Sumedang merupakan penggalan dari De Groote Postweg (Jalan Raya Pos) yang dibuat oleh Herman Willem Daendels pada tahun 1808.

Satu hal yang menarik dan menjadi ciri khas Indonesia nampak jelas dalam proses pembuatan jalan raya baru satu arah dari kampus IKOPIN sampai ke gerbang lama UNPAD. Dengan teknologi dan peralatan berat yang tersedia, jalan raya sepanjang sekira satu kilometer ini membutuhkan waktu hingga empat tahun untuk pembuatannya (pertengahan 2005 - pertengahan 2009). Proses pembuatan jalan raya baru ini nampak ditelantarkan jika dibandingkan dengan proses pembuatan dan perbaikan Jalan Raya Pos sepanjang sekira 1.000 km yang hanya membutuhkan waktu satu tahun (Mei 1808 - pertengahan 1809).

Pembuatan jalan raya baru ini dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan lalu-lintas yang ditimbulkan oleh kegiatan penduduk Jatinangor. Selain sarana-sarana perbelanjaan yang bertebaran di sepanjang Jalan Raya Pos. Pasar UNPAD pada setiap hari Minggu juga sempat menimbulkan kemacetan parah pada masa lalu.

1 komentar:

Posting Komentar