Mengenal Agribisnis dan Perencanaannya

Agribisnis, yang seringkali diucapkan secara salah menjadi agrobisnis, merupakan kegiatan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Istilah lainnya adalah cara pandang ekonomi bagi kegiatan dalam bidang pertanian. Bidang ini mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Secara luas, istilah ini diartikan sebagai bisnis berbasis sumber daya alam.

Objek agribisnis dapat berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Kegiatan budidaya termasuk dalam bagian hulu bisnis ini. Apabila produk budidaya atau hasil panen dimanfaatkan oleh pengelola sendiri, kegiatan ini disebut pertanian subsisten, dan merupakan kegiatan bidang ini yang paling primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga menjual atau menukar untuk memenuhi keperluan sehari-hari.

Dalam arti luas, agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja. Seiring perkembangan teknologi, pemanfaatan produk pertanian berkaitan erat dengan farmasi, teknologi bahan, dan penyediaan energi.

Perencanaan Agribisnis adalah usaha sistematis untuk mencari alternatif-alternatif baru, disertai dengan penghitungan konsekuensi finansialnya terhadap hasil dan biaya. Tujuannya adalah untuk memperoleh pendapatan yang paling tinggi baik, berbentuk natura maupun uang.

Ditinjau secara ekonomis murni, agar proses agribisnis berkelanjutan maka formula yang harus dicapai adalah :

Nilai hasil = biaya + laba guna menampung seluruh resiko usaha.

Dari sudut agribisnis yang dilakukan oleh petani dan nelayan dalam bentuk usaha tani, maka formula yang digunakan :

Nilai hasil = biaya + menampung kebutuhan hidup petani dan nelayan secara sejahtera.

Jika Anda serius untuk menekuni bidang ini, maka harus memahami tahapan-tahapan perencanaan agribisnis, antara lain :

  • Mencari alternatif-alternatif
  • Menghitung rendabilitas dan melakukan analisis perencanaan
  • Membandingkan situasi baru dengan situasi saat ini

Pada hakekatnya yang perlu diusahakan adalah pemanfaatan semaksimal mungkin dari faktor-faktor yang paling langka. Misalnya saja, tanah paling langka, maka gunakanlah tanah seintensif mungkin dengan teknik intensifikasi untuk meningkatkan produktifitas. Bila tenaga kerja paling langka, maka usahakan dapat ditunjukkan untuk memproduksi sebanyak-banyaknya persatuan tenaga kerja, dengan menggunakan tanah dan modal yang ada. Jika modal paling langka, maka diarahkan untuk ektensifikasi dengan menggunakan tenaga kerja yang banyak (padat tenaga kerja, bukan padat modal).

Jadi, perbandingan kuantitatif antara luas tanah dibanding jumlah modal yang digunakan, akan tergantung kelangkaan relatifnya. Perbandingan akan berubah, jika perbandingan nilainya berubah. Oleh karena itu, bisnis ini harus selalu dinamis agar dapat menyesuaikan dengan perbandingan yang selalu berubah tadi.

Singkatnya, titik tolak perencanaan agribisnis adalah perbandingan kualitatif antara luas tanah, jumlah tenaga kerja, jumlah modal. Berdasarkan titik tolak tersebut di atas, maka kegiatan perencanaan agribisnis akan berlangsung sebagai berikut:

  1. Identifikasi kebutuhan pasar.
  2. Identifikasi kebutuhan industri hilir.
  3. Indentifikasi jaringan ketersediaan modal usaha.
  4. Penyusunan pola usaha tani yang memiliki keunggulan kompetitif komoditas.
  5. Perencanaan modal dan pengajuan kredit.

Oleh: AsianBrain.com Content Team

Tentang Penulis: AsianBrain.com Content Team. Asian Brain adalah pusat pendidikan Internet Marketing PERTAMA & TERBAIK di Indonesia. Didirikan oleh Anne Ahira yang kini menjadi ICON Internet Marketing Indonesia. Kunjungi situsnya: www.AsianBrain.com atau http://www.anneahira.com/artikel-umum/agribisnis.htm

SISTEM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

Agribisnis berasal dari kata Agribusiness, di mana Agri=Agriculture artinya pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Jadi, Agribisnis adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan tumbuhan dan hewan (komoditas pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan) yang berorientasi pasar (bukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan pengusaha sendiri) dan perolehan nilai tambah.

Dalam agribisnis terdapat dua konsep pokok. Pertama, agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif dan terdiri dari beberapa sub-sistem, yaitu: (1) sub-sistem pengadaan sarana produksi (agroindustri hulu), (2) sub-sistem produksi usahatani, (3) subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian (agroindustri hilir), (4) sub-sistem pemasaran dan perdagangan, dan (5) sub-sistem kelembagaaan penunjang (Davis and Golberg, 1957; Downey and Erickson, 1987); Saragih (1999) (lihat Diagram 1). Sub-sistem kedua dan sebagian dari sub-sistem pertama dan ketiga merupakan on-farm agribusiness, sedangkan sub-sistem lainnya merupakan off-farm agribusiness.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis merupakan (a) kegiatan yang berbasis pada keunggulan sumberdaya alam (on-farm agribusiness) yang terkait erat dengan penerapan teknologi dan keunggulan sumberdaya manusia bagi perolehan nilai tambah yang lebih besar (off-farm agribusiness); serta (b) kegiatan yang memiliki ragam kegiatan dengan spektrum yang sangat luas, dari skala usaha kecil dan rumahtangga hingga skala usaha raksasa, dari yang berteknologi sederhana hangga yang paling canggih, yang kesemuanya itu saling terkait dan saling mempengaruhi.

Dalam usaha mempercepat laju pertumbuhan sektor agribisnis terutama dihadapkan dengan kondisi petani kita yang serba lemah (modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan) dapat ditempuh melalui penerapan sistem pengembangan (system of development) agribisnis. Dalam konteks bahasan ini, yang dimaksud “sistem pengembangan agribisnis” adalah suatu bentuk atau model atau sistem atau pola pengembangan agribisnis yang mampu memberikan keuntungan layak bagi pelaku-pelaku agribisnis (petani/peternak/pekebun/ nelayan/pengusaha kecil dan menengah/koperasi), berupa peningkatan pendapatan, peningkatan nilai tambah dan perluasan kesempatan kerja.

Di Indonesia sejak dilaksanakan pembangunan pertanian, telah diterapkan beberapa sistem pengembangan pertanian berskala usaha baik untuk komoditi pangan maupun non pangan. Jika dikaji lebih jauh tujuan dan sasaran “sistem pengembangan” yang pernah diterapkan di sektor pertanian, pada hakekatnya adalah pengembangan sektor pertanian (dalam arti luas) secara menyeluruh dan terpadu, yakni tidak hanya peningkatan produksi, tetapi juga pengadaan sarana produksi, pengolahan produk, pengadaan modal usaha dan pemasaran produk secara bersama atau bekerjasama dengan pengusaha. Sistem pengembangan sektor pertanian semacam ini, jika menggunakan istilah sekarang, tidak lain adalah pengembangan pertanian berdasarkan agribisnis, atau dengan kata lain pengembangan agribisnis. Di antara sistem-sistem tersebut ada yang diterapkan oleh pemerintah berupa kebijakan nasional dan ada pula yang telah berhasil diterapkan oleh kelompok masyarakat atau kelompok peneliti, akan tetapi masih bersifat per kasus. Adapun sistem-sistem tersebut antara lain: Unit Pelaksana Proyek (UPP), Insus dan Supra Insus, Sistem Inkubator, Sistem Modal Ventura, Sistem Kemitraan (Contract Farming) dalam berbagai bentuknya seperti Pola PIR, Pola Pengelola, Sistem ‘Farm Cooperative’, dll. Jadi dalam rangka pengembangan agribisnis hortikultura, pelaku-pelaku agribisnis dapat menerapkan satu atau lebih sistem tersebut sesuai dengan kondisi lokalitas.

Sumber : http://agribisnis.blogspot.com/2009/11/sistem-pengembangan-agribisnis.html

Agribisnis Berbasis Ekologi

Agribisnis adalah suatu system yang terdiri dari empat sub-sistem yang terintegrasi secara fungsional. Sub-sistem pertama adalah agribisnis hulu (up-streem agribusiness) berupa ragam kegiatan industri dan perdagangan sarana produksi pertanian. Kedua adalah pertanian primer (on-farm agribusiness) yang menghasilkan komoditas pertanian primer dengan menggunakan saprotan. Ketiga, agribisnis hilir (down stream agribusiness) berupa ragam kegiatan industri pengolahan hasil pertanian dan perdagangan. Sub-sitem keempat adalah lembaga jasa. Satu dari sub-sistem tersebut saling tergantung secara fungsional, sehingga keterbelakangan salah satu sub-sistem akan menghambat perkembangan sub-sistem lainnya.

Agribisnis berbasis ekologi dapat kita simpulkan suatu kegiatan empat sub-sistem yang terintegrasi secara fungsional dengan melihat pada sisi ekologi, dengan kata lain agribisnis yang selaras, seimbang dengan lingkungan sekitar tanpa mengurangi tata ruang lingkup yang sudah ada atau merusak lingkungan serta dapat mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan.

Setiap usaha-usaha serta program-program yang terkait didalamnya menjadi bagian yang saling berhubungan satu sama lain dengan memperhatikan aspek ekologi, ekologi yang berkelanjutan di satu sisi. Di sisi lain hasil dari pembangunan pertanian tersebut adalah kesejahteraan bersama diantara semua pihak yang terlibat didalamnya. Sejalan pada tiga tiga prinsip-prinsip pembangunan pertanian (keadilan, demokrasi dan berkelanjutan), maka pertumbuhan ekonomi yang idealnya dicita-citakan semua (individu, instansi, lembaga, dan pihal-pihak yang terkait) di bidang pertanian, sejatinya harus diikuti dengan keberlanjutan ekologi yang berkelanjutan.

Dalam kontek agribisnis berbasis ekologi strategi pembanguan ekonomi nasional menurut Sitorus dkk (2001) maka orientasi pengembangan system agribisnis adalah peningkatan keunggulan bersaing melalui pemberdayagunaan keunggulan komparatif, sebagai wujud peningkatan kesejahteraan rakyat. Dimaksudkan supaya keunggulan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Indonesia dapat dimanfaatka sebaik mungkin tanpa mengurangi tata ruang ekologi atau lingkungan untuk dapat memberikan kontribusi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembanguna system agribisnis dikonsepsikan sebagai suatu proses pengembangan dengan tiga tahap:

  1. Agribisnis berbasis sumber daya. Tahap ini pembangunan agribisnis digerakkan oleh kelimpahan factor produksi yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia berupa tenaga kerja tak terdidik. Tahapan ini tampil berupa estensifikasi agribisnis dengan dominasi komoditi primer sebagai produksi akhirnya. Pembangunan sistem agribisnis pada tahap ini masih identik dengan pembangunan pertanian, sehingga perekonomian nasional juga masih tergolong sebagai ’perekonomian berbasis pertanian’
  2. Agribisnis berbasis investasi. Tahap ini pembangunan agribisnis digerakkan oleh kekuatan investasi melalui percepatan pembanguanan dan pendalaman industri pengolahan dan industri hulu serta peningkatan kemampuan sumber daya manusia. Produk agribisnis pada tahap ini didominasi oleh komoditi yang bersifat padat modal dan tenaga terdidik, serta memiliki nilai tambah lebih dan segmen pasar yang lebih luas. Perekonomian nasional pada tahap ini telah bergerak dari perekonomian berbasis sumber daya ke perekonomian berbasis industri agribisnis.
  3. Agribisnis berbasis inovasi. Tahap ini pembangunan agribisnis digerakkan oleh ’temuan baru’ atau inovasi melalui peningkatan kemajuan teknologi pada setiap sub-sistem agribisnis, serta peningkatan kemampuan sumber daya manusia pada saat bersamaan. Produk agribisnis pada tahap ini didominasi komoditi yang bersifat pada ilmu pengetahuan dan tenaga kerja terdidik, serta memiliki nilai tambah lebih besar dari perekonomian berbasis investasi ke perekonomian berbasisi teknologi.

Dari masing-masing tahapan agribisnis tersebut terkait dengan hubungan agribisnis dan ekologi. Dimana masing-masing tahapan harus mempertahan ekologi untuk menciptakan pembangunan pertanian berkelanjutan khususnya, serta menciptakan kesimbangan pada lingkungan sekitarnya. Maka dalam pemanfaatan dan mengelola sumber daya alam/agraria dalam kegiatan agribisnis harus mewujudkan sejahtera secara ekonomi dalam mengelola dan memanfaatkan ekologi tanpa gangguan ekologi, sehingga pertanian maju, masyarakat sejahtera dengan pertumbuhan yang berkelanjutan serta ekologi yang berkelanjutan.


Sumber : http://diansaputra.wordpress.com/2008/05/25/agribisnis-berbasis-ekologi/