Sang Pemimpi, Berbeda dan Lebih Seru

Ketika Film "Laskar Pelangi" diperkenalkan tahun 2008 lalu, ketakutan akan bayang-bayang kesuksesan novel begitu kentara. Maklum, si penulis novel "Laskar Pelangi", Andrea Hirata memesona pecinta novel tanah air yang kala itu hadir dengan cerita menarik dan kerap mengundang rasa tawa dan haru dalam kemasan yang begitu sederhana.

Beban itu dipahami betul oleh Mira Lesmana, selaku produser film dan Riri Reza selaku sutradara yang ditunjuk Miles Production untuk menggarap proyek ambisius itu. Seiring perjalanan waktu, film "Laskar Pelangi" sukses mendapat apresisasi penonton tanah air

Bahkan si empunya karya, Andrea Hirata begitu kagum akan kerja keras Riri dan kawan-kawan dalam menerjemahkan novel yang padat ke medium film yang ringkas. Sekitar satu tahun setelah Penayangan perdana, "Laskar Pelangi" sukses besar dengan 4.6 juta penonton bioskop,

Tak lama, Miles Production segera menggarap sekuel kedua dari tetralogi "Laskar Pelangi", Sang Pemimpi. Tak berbeda jauh dengan sekuel sebelumnya, nuansa Belitung dan penggunaan pemain asli kawasaan kepulauan di timur Sumatera itu tetap dipertahankan.

"Ada tiga pemain baru lagi dari Belitung yang akan kita perkenalkan di film sang Pemimpi ini, dan untuk kru dan kerabat kerja lain, Sang Pemimpi memakai formasi yang sama yang ada di sekuel sebelumnya," ujar Mira.

Ketiga tokoh baru itu adalah, Vikri Septiawan sebagai Ikal remaja, Rendy Ahmad sebagai Arai remaja dan Azwir Fitrianto sebagai Jimbron. Selain tambahan pemain baru asal Belitung, Film ini juga diperkuat beberapa karakter baru di sang Pemimpi.

Seperti, karakter dua figur guru yaitu, Kepala Sekolah SMA Negeri Manggar yang terkenal galak dalam novel, Pak Mustar yang diperankan aktor senior, Landung Simatupang dan Guru Bahasa Indonesia yang merupakan asal muasal Impian Ikal dan Arai untuk sekolah di Universitas Sorbonne, Perancis, Pak Balia yang diperankan oleh Nugie, dan khusus film ini, vokalis Ariel Peterpan, didaulat menjadi pemeran Arai dewasa, sekaligus mendampingi Lukman Sardi yang memerankan Ikal dewasa.

Terkait pemilihan tokoh, Mira menyatakan, proses pencarian karakter begitu panjang untuk mendapatkan peran yang pas dan sesuai dengan skenario, dan yang perlu digaris bawahi disini, pihaknya tetap mengutamakan kemauan dan antusiasme calon pemeran karakter untuk menghidupkan cerita.

Bagi Anda yang lebih dahulu membaca novelnya tentunya was-was untuk menyaksikan film ini. Pasalnya, novel "Sang Pemimpi" bisa dibilang menawarkan cerita yang jauh lebih seru dengan entitas berbeda dari "Laskar Pelangi".

Ketika "Laskar Pelangi" menggambarkan 12 tokoh anak-anak, yang difokuskan pada tokoh Ikal dan Lintang. Maka, Sang Pemimpi lebih padat lagi terfokus pada tiga tokoh, yakni Ikal, Arai dan Jimbron. Masing-masing tokoh memiliki segudang cerita yang bakalan membuat Anda tersenyum dan terenyuh.

Misalnya Arai, dalam novel digambarkan sebagai tokoh yang berandal, brilian dan inspiratif bagi Ikal. Sedangkan, Jimbron, seorang remaja yang terobesi dengan kuda. Tak ada hal yang lebih penting kecuali membahas kuda sebagai objek pembicaraan. Sementara Ikal, tetap menjadi tokoh pencerita kedua temannya dengan tindak-tanduk yang cenderung naif.

Selain menawarkan perbedaan dari segi latar ataupun cerita, "Sang Pemimpi" juga menghadirkan satu hal yang khas yakni musik melayu. Simbolisasi tertuang pada satu tokoh bernama Bang Zaitun yang diperankan Jay Wijayanto.

Meski tidak digambarkan secara detail, karakter Zaitun bisa dibilang penghidup nuansa Belitung. Pemilihan jay sebagai Bang Zaitun nampak cocok dengan karakter Bang Zaitun yang digambarkan nyentrik, inspiratif dan gombal. Anda yang pernah baca pasti terpuaskan dengan penggambaran Bang Zaitun.

Secara umum, Riri kembali sukses membuat ringkas cerita tanpa ada kehilangan rangkaian yang secara detail tertulis dalam novel. Ia membaginya dengan metode flash back yang rancak, beberapa plot tersambung dengan rapi tanpa terkesan ada bagian yang hilang.

Kontekstual

Tanpa disadari, keberadaan novel ataupun film "Laskar Pelangi" dan "Sang Pemimpi" seolah tak habis dikekang zaman. Kondisi Indonesia sebenarnya begitu terekam dengan sempurna. Sumber daya alam yang terkuras habis, penduduk miskin, fasilitas pendidikan yang menyedihkan dan pastinya mimpi-mimpi yang hilang menjadi sintesa "Sang Pemimpi".

Terkait hal itu, Mira Lesmana menyatakan, film ini begitu kontekstual dan tepat dengan kondisi masyarakat Indonesia dewasa ini. Pembohongan publik, pembunuhan karakter dan tentu saja matinya mimpi-mimpi sang pelopor (generasi muda) begitu memiriskan.

"Saya pikir, sang pemimpi sangat kontekstual, dimana masyarakat Indonesia terutama remaja mencari jati dirinya, kita butuh film seperti ini," tegasnya.

Sebabnya, Mira tetap mempertahankan penggambaran secara gamblang kemiskinan, fasilitas pendidikan yang minimalis dan arogansi pemilik modal melalui kisah Ikal, Arai dan Jimbron.

Seperti diberitakan sebelumnya, Sang Pemimpi memberikan kejutan awal dengan terpilihnya film itu sebagai opening Jakarta International Film Festival (Jiffest) 2009 yang digelar 4 Desember lalu. Untuk pertama kalinya, film Indonesia menjadi film pembuka pada 11 tahun penyelenggaraan JIFFEST.

Sang Pemimpi sendiri mulai diproduksi 1 Juli 2009, dengan mengambil lokasi di Pula Belitung, serta sebagian di Jakarta dan Bogor. Proses syuting berakhir 21 Agustus, dan dilanjutkan dengan pasca produksi di Bangkok, Thailand dan Jakarta. Filmnya sendiri secara serentak diputar pada 17 Desember 2009 ini.



Source : http://www.republika.co.id/berita/95886/Sang_Pemimpi_Berbeda_dan_Lebih_Seru

0 komentar:

Posting Komentar